GAP (GOOD AGRICULTURAL PRACTICE)
Tebu (Saccharum
L)
A.
Klasifikasi Tebu
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
L.
Spesies : Saccharum
arundinaceum
Saccharum bengalense
Saccharum edule
Saccharum officinarum
Saccharum procerum
Saccharum ravennae
Saccharum robustum
Saccharum sinense
Saccharum spontaneum
B.
Syarat Tumbuh
Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika
disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20 derajat C, yakni kurang lebih diantara
39 derajat LU sampai 35 derajat LS.
Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah dengan musim kering
yang nyata. Tebu dapat ditanam dari
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan
laut. Di dataran tinggi yang suhu
udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan berendemen rendah. Di Asia Tenggara, batas maksimum elevasi
untuk pertumbuhan normal tebu adalah 600 – 700 m di atas permukaan laut. Pada elevasi yang lebih tinggi siklus
pertumbuhan akan lebih panjang dari 14 – 18 bulan.
Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah 26 - 33 derajat C
dan 30 – 33 derajat C untuk pertumbuhan vegetatif. Selama pertumbuhan tanaman sedang mengalami
fase kemasakan, temperatur malam yang relatif rendah (dibawah 18 derajat C)
berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman
berhari pendek. Rata-rata curah hujan
yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman tebu adalah sekitar 1800 –
2500 mm per tahun. Dan jika curah hujan
tidak mencukupi, lahan tebu harus diberi aliran irigasi.
Di samping itu, tebu memerlukan kesuburan dan sifat fisik tanah yang
baik. Tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Namun, kondisi tanah yang dapat menunjang
pertumbuhan tebu dengan baik adalah kondisi tanah yang gembur, berdrainasi
baik, memiliki pH 5-8, kandungan nutrisi serta senyawa organik yang banyak, dan
kemampuan menahan kapasitas air yang baik.
Pertumbuhan terbaik bagi tanaman tebu adalah pada tanah lempung liat
dengan solum yang dalam, lempung berpasir, dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga dapat ditanami oleh
tanaman tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus. Beberapa kultivar tebu dapat tumbuh pada
tanah yang berkadar garam relatif tinggi dan tergenang dalam waktu yang lama,
terutama bila air mengalir. Pada pertumbuhannya, tebu menghendaki perbedaan
nyata antara musim hujan dan kemarau (kering).
Selama masa pertumbuhannya tebu membutuhkan banyak air, sedangkan menjelang
tebu masak untuk kemudian dipanen, tanaman tebu membutuhkan keadaan kering
tidak ada hujan yang menyebabkan pertumbuhan terhenti. Apabila hujan terus turun, maka kesempatan
masak tanaman tebu terus tertunda yang mengakibatkan hasil rendemen menjadi
rendah.
C.
Penyiapan Benih
Benih harus dihasilkan dari kebun benih yang dikelola dengan baik dan
dilakukan secara berjenjang. Benih yang dihasilkan dapat melalui perbanyakan
secara konvensional (stek) dan asal kultur jaringan (laboratorium). Jenjang
kebun benih tebu konvensional, meliputi Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU), Kebun
Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun
Bibit Datar (KBD). Penyediaan benih melalui konvensional membutuhkan waktu
antara 30 - 40 bulan.
Perbanyakan benih tebu melalui kultur jaringan bertujuan untuk
menghasilkan benih dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat terutama untuk
varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan. Pada tanaman tebu dari satu
pucuk batang tebu umur 4 - 6 bulan mampu menghasilkan sekitar 20.000 tanaman
semai dalam waktu 6 bulan. Tingkat multiplikasi kultur meristem tunas tebu
dapat mencapai 200.000 kali dalam waktu 6 bulan. Sedangkan secara konvensional
tingkat perbanyakan di lapangan hanya mampu memberikan tingkat perbanyakan 8 -
12 kali dalam waktu yang sama. Perbanyakan kultur jaringan dilakukan melalui
laboratorium sampai aklimatisasi di lapangan (G0 sampai G2) membutuhkan waktu
antara 17 - 19 bulan.
Bibit tanaman hasil perbanyakan melalui kultur jaringan/meristem
mempunyai keunggulan antara lain sehat, seragam dan secara genetik sama dengan
induknya. Serangan penyakit pembuluh (Ratoon Stunting Disease/RSD) tidak
terdapat pada tanaman tebu asal kultur jaringan sampai dengan keprasan kedua.
Benih G0 yang dihasilkan dari laboratorium kultur jaringan, dapat ditangkarkan
menjadi benih G1. Benih G1 ditangkarkan lagi menjadi G2 yang selanjutnya dapat
ditanam atau ditangkarkan untuk Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar
(KBD). Proses produksi benih G0 dilakukan di laboratorium, sementara proses
produksi benih G1 dilakukan di Pembibitan dan G2 dilakukan di lapangan. Benih
harus berasal dari kebun benih yang telah berumur 6 - 8 bulan untuk setiap
jenjang kebun benih.
Bibit konvensional biasanya diambil dari bagian tanaman tebu bibit umur
6 - 7 bulan, bentuknya beragam mulai
dari pucuk, bagal (mata 3, 2 atau 1), rayungan, topstek, budset, planlet, bud
chip, hingga bentuk-bentuk lainnya, termasuk
salah satu metoda pembibitan yang saat ini sedang naik daun disebut single bud planting (SBP). Bibit
konvensional tidak bisa terbebas dari serangan hama dan penyakit karena proses
produksi dilakukan sepenuhnya di lapang.
Sebaliknya, bibit kultur jaringan
bisa terbebas dari penyakit sistemik dan hama sehingga lebih sehat dan
produktif. Dengan teknik kultur jaringan atau kultur in-vitro, bagian tanaman
seperti protoplas, sel, jaringan dan organ, ditumbuhkan dan diperbanyak dalam
media buatan dengan kondisi aseptik dan terkontrol.
Benih yang bermutu harus memenuhi kriteria sebagai berikut: standar
daya kecambah > 90%, ukuran batang dengan panjang ruas normal (tidak ada
gejala hambatan pertumbuhan/kerdil), mata tunas masih dorman, benih tebu tidak
kering, keriput dan berjamur. Standar benih tebu yang sehat berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) dengan kriteria sebagai berikut serangan hama
penggerek batang < 2 % dari jumlah ruas, penggerek pucuk < 5 % dari
jumlah ruas, hama lain < 5 %, benih harus diusahakan tidak terserang
penyakit sistemik seperti RSD, mosaik dan blendok.
Untuk mencegah hama dan penyakit pada tanaman, benih sebelum ditanam
diperlakukan dengan perawatan air panas (HWT) pada suhu 500C selama 2 jam untuk
pengendalian penyakit RSD, luka api, pengendalian spora jamur, serangga, dan
kutu.
D.
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan tanam tebu disini termasuk adalah kegiatan pembajakan
dengan tujuan pembalikan tanah guna membunuh gulma dan penyakit yang ada pada
permukaan tanah. Dalam penyiapan lahan ini juga terkadang juga terdapat upaya
penambahan nutrisi dan perbaikan sifat tanah dengan cara penambahan BO dari
pupuk kandang dan ini dilakukan biasanya sebelum proses pembajakan. Kemudian setelah
itu melakukan pembuatan bedengan bedengan atau guludan guludan, dimana bedengan
tersebut disesuaikan dengan jaarak tanam tebu.
E.
Penanaman
Di dalam proses penanaman tebu ini memiliki dua tujuan yaitu tanam guna
memperoleh bibit dan tanam untuk tebang
tebu giling. Tanam untuk memperoleh bibit adalah kegiatan menanam dimana tebu
ini akan diudidayakan untuk nantinya dijadikan bibit tebu. Pelaksanaan tanam
tebu bibit ini dilakukan pada bulan Desember-Januari dimana pada bulan tersebut
merupakan musim hujan, dengan tujuan pada tanam tebu bibit ini tersedia cukup
air untu memecah nutrisi yang tersimpan untuk membentuk tunas. Masa tanam tebu
bibit ini hanya 6 bulan saja sehingga tebu bibit dapat dipanen pada bulan
Juni-Juli bertepatan masa tanam tebu tebang giling.
Tebu tebang giling adalah usaha budidaya tebu yang dilakukan untuk
diperoleh nira atau air gula nya guna diolah untuk menjadi gula. Untuk tebu
tebang giling dimulai pada bulan Juni-Juli dimana pada bulan tersebut bertepatan
pada musim kemarau. Tebu tebang giling memiliki usia 10-12 bulan. Tanam tebu
tebang giling ini dapat dilakukan dengan menanam bibit baru atau menggunakan
hasil keprasan usaha budidaya tebu tebang giling musim tanam sebelumnya/ tahun
sebelumnya.
Jarak tanam tebu ini adalah menggunakan system PKP yaitu system jarak
tanam dari pusat ke pusat dimana dari pusat kepusat memiliki jarak antara
100-120cm.
F.
Pemeliharaan
a.
Pemberian Air
Pemberian air merupakan kegiatan menaambahkan air pada media tanam guna
air dapat diserap tanaman untuk membantu setiap proses metabolisme tanaman. Pemberian
air paada budidaya tanaman tebu dapat menggunakan air waduk dengan cara pengairan
teknis, tadah hujan dengan cara sirat, atau dengan air sumur bor / pompanisasi menggunakan
system leb. Pengairan atau pemberian air dalam praktek budidaya tebu dilakukan
pada massa setelah tanam dan setiap setelah dilakukan pemupukan guna melarutkan
pupuk/ unsure hara tambahan ke dalam tanah guna dapat diserap oleh akar-akar
tanaman.
b.
Penyiangan
Penyiangan adalah kegiatan membersihkan media tanam sekitar tanaman
pokok dari taaman tanaman pengganggu ( gulma ). Penyiangan dapat dilakukan
dengan cara mencabuti, menimbun tanaman pengganggu ( turun tanah), gulud atau
bumbun. Penyiangan ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan persaingan
antara tanaman utama denga tanaman pengganggu untuk mendapatkan air, unsure hara,
cahaya, oksigen, dan ruang tumbuh dan penyiangan ini juga bertujuan mengurangi
bahaya serangan hama dan penyakit tanaman. Penyiangan dapat juga menggunakan
bentuan Herbisida tanpa membunuh tanaman utama. Namun dalam prinsip PHPT penggunaan
herbisida kimia dapat menimbulkan residu yang berbahaya bagi media tanam
(tanah) mapun residu bagi tanaman yang membahayakan bagi manusia yang
mengonsumsinya.
c.
Pemupukan
Pemupukan adalah usaha memberikan unsure hara tambahan yang dibutuhkan
tanaman guna membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal. Dalam konsep
budidaya tanaman yang sehat dan berkelanjutan pemberian pupuk harus sesuai
dengan anjuran peberian dan sesuai dosis yang telah ditentukan.
Pemupukan pertama dilakukan pada masa penyiapan lahan yaitu dengan
pemberian pupuk organic (pupuk kandang/kompos). Pemberian pupuk I dilakukan
pada usia 20-30hst yaitu dengan pemberian pupuk ZA dan Phonska dengan
dosis 100kg/ha dan 140kg/ha. Dan pemupukan
ke II dilakukan pada usia 2-3hst dengan memberikan ZA dan Phonska dengan dosis masing-masing 400kg/ha dan
300kg/ha.
d.
Bumbun/Gulud/Ipuk
Pembumbunan ke-1 dilakukan pada umur 3-4 minggu, yaitu berdaun 3 – 4
helai. Pembumbunan dilakukan dengan cara membersihkan rumput-rumputan, membalik
guludan dan menghancurkan tanah (jugar) lalu tambahkan tanah ke tanaman
sehingga tertimbun tanah.
Pembumbunan ke – 2 dilakukan jika anakan tebu sudah lengkap dan cukup
besar + 20 cm, sehingga tidak dikuatirkan rusak atau patah sewaktu ditimbun
tanah atau + 2 bulan.
Pembumbunan ke-3 atau bacar
dilakukan pada umur 3 bulan, semua got harus diperdalam ; got mujur sedalam 70
cm dan got malang 60 cm.
e.
Klentek
Yaitu melepaskan daun kering, harus dilakukan 3 kali, yaitu sebelum
gulud akhir, umur 7 bulan dan 4 minggu sebelum tebang. Kletek Perempalan daun.
Kegiatan perempelan daun bertujuan untuk membersihkan daun-daun yang sudah
kering pada tanaman tebu sehingga kelihatan bersih, mudah untukpengamatan ,
pengontrolan, menghindari kebakaran dan memudahkan pemeliharaan selanjutnya.
Cara melakukan perempelan daun tebu Daun-daun yang sudah kering
dilepaskan menggunakan sabit tajam/sabit bergigi dari tanaman tebu, kemudian
daun diikat sesuai dengan kemampuan, kemudian di kumpulkan disisi sisi jalan
untuk memudahkan pengangkutan.
Daun-daun tersebut dikumpulkan menggunakan kendaraan Truk/Gerobag di
suatu tempat, kemudian dapat diolah menjadi silase makanan ternak maupun diolah
menjadi pupuk kompos.
Perempalan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 4 bulan setelah
tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan. Sehingga ruas-ruas tebu
nampak bersih dari daun tebu kering.
f.
Pengelolaan Hama dan Pentyakit Terpadu
Hama dan penyakit dalam budidaya tanaman merupakan hal yang perlu
menjadi perhatian karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi apabila serangan
hama melebihi ambang ekonomi. Agar tidak terjadi ledakan serangan hama dan
penyakit, maka perlu dilakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tebu
mulai umur tanaman 1 bulan. Penggerek pucuk dan batang merupakan hama-hama
utama di beberapa pabrik gula khususnya di Jawa dan Sumatera. Hama penggerek
pucuk Triporyza nivela intacta menyerang tunas umur 2 minggu hingga saat
tebang. Pucuk tebu yang terserang akan mati atau membentuk siwilan.
Hama penggerek yang menyerang batang tebu adalah Proceras
sacchariphagus (penggerek bergaris), Chilo auricilia (penggerek berkilat),
eucosma scistaceana (penggerek abu-abu), Chilotraea infuscatela (penggerek
kuning), Sesamia inferens (penggerek jambon) dan Pragmataesia castanea
(penggerek raksasa). Kerugian akibat serangan penggerek berupa batang-batang
yang mati tidak dapat digiling dan penurunan bobot tebu atau rendemen akibat
kerusakan pada ruasruas batang. Kerugian gula akibat serangan penggerek pucuk
ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang
. Menurut Wiriotmodjo (1970), kehilangan rendemen dapat mencapai 50 %
jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4 – 15 % pada tebu yang berumur
10 bulan. Hasil pengamatan Wirioatmodjo (1973), pada tingkat serangan ruas
sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat mencapai 10 %.
Pengendalian hama penggerek dengan cara mekanis dan kimiawi semakin
mahal dan sulit dilakukan. Oleh karena itu pengendalian secara terpadu (PHT)
merupakan alternatif yang terbaik. Kegiatan PHT dilakukan secara terpadu dengan
menggabungkan berbagai macam cara pengendalian yang meliputi pengendalian
secara mekanis, kultur teknis, biologis, dan kimiawi.
Pengendalian secara mekanis yang dilakukan di antaranya tangkap
kupu-telur, klentek, dan roges. Pengendalian kultur teknis meliputi penanaman
dengan menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit, dan
penggunaan blok sistem dalam tebang. Pengendalian hama secara biologis dengan
menggunakan parasitoid dan predator seperti Trichogamma chilonis, Cotesia
flavipes, Sturmiopsis inferens, Tetrastichus scoenobii, dan Elasmus zehteneri.
Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi carbofuran dengan Microband dan
spray pesawat untuk hama penggerek pucuk dan kutu bulu putih.
Pengendalian penyakit Pembuluh dengan perawatan air panas 50° C selama
2 jam terhadap bibit tebu dapat mengembalikan hasil yang hilang sebesar lebih
kurang 10 %, tetapi kendala yang dihadapi adalah ketiadaan tangki air panas di
pabrik gula pabrik gula.
G. Pemanenan
Pemanenan adalah kegiatan akhir
dari setiap siklus penanaman tebu, dimana kegiatan pemanenan meliputi Tebang,
Muat dan Angkut, yang bertujuan: memungut tebu dalam jumlah yang optimal dari
setiap petak tebang, mengangkut tebu dari petak tebangan ke pabrik dan
mempertahankan hasil gula yang secara potensial berada pada tanaman tebu.
Kegiatan tebang muat angkut (TMA) adalah kegiatan yang sangat komplek, karena
bukan saja merupakan rangkaian dari tiga kegiatan yang saling mempengaruhi,
tapi juga karena sangat ketat dibatasi oleh waktu. Apabila terjadi kendala di
salah satu kegiatan, maka kegiatan lainnya akan terganggu. Seluruh kegiatan
pertanaman akan ditentukan hasilnya dalam kegiatan TMA, bahkan hasil kinerja
perusahaan akan ditampilkan dari kegiatan TMA. Kinerja manajemen seolah-olah
dipertaruhkan dalam kegiatan ini. Secara garis besar tujuan dari TMA adalah
mendapatkan tebu giling yang masak segar bersih (MSB) sebanyak-banyaknya sejak
ditebang hingga digiling dalam tempo secepatnya.
Pelaksanaan pemanenan dan
pengiriman tebu ke pabrik menggunakan 3 (tiga) sistim tebang yaitu:
a. Penebangan Tebu Sistem Tebu
Ikat (Bundled Canet-BC)
Tebangan dengan sistem Bundled Cane
adalah sitem tebangan yang dalam pelaksanaan tebang serta pemuatannya (loading)
dilaksanakan dengan tenaga manusia (manual), sedangkan transportasi tebu dari
petak tebang ke pabrik dilaksanakan dengan mengunakan truck. Karakteristik
tebangan Bundled Cane mempunyai keunggulan: hanya memerlukan investasi yang
relatif kecil, dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, resiko terhadap
kerusakan petak relatif kecil, dapat beroperasi walaupun dalam kondisi cuaca
basah, kapasitas pengiriman ke pabrik relatif besar. Di samping itu tebangan
Bundled Cane mempunyai kekurangan: kualitas tebangan berfluktuasi dan
tergantung dari intensitas pengawasan di lapangan, sangat rentan terhadap
faktor eksternal (faktor sosial), memerlukan tenaga tebang dalam jumlah besar,
dan hal ini seringkali sulit didapatkan.
b. Penebangan Tebu Sistem Tebu
Urai (Loose Cane-LC)
Sistem penebangan Loose Cane (LC)
adalah sistem penebangan di mana tebang dan ikat tebu dilakukan secara manual
sedang pemuatannya (loading) dilakukan dengan menggunakan Grab Loader, dan
pengangkutan tebu dari petak tebang ke pabrik dilakukan dengan truck (Losse
Box) ataupun diangkut dengan trailer. Keunggulan penebangan Loose Cane:
kapasitas pengiriman relatif besar, penyelesaian penebangan dan transportasi
relatif cepat, dapat digunakan sebagai balancing atau penyeimbang terhadap
permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dari Bundled Cane. Sementara itu
untuk kekurangannya: diperlukan investasi yang relatif besar untuk pembelian
peralatan seperti traktor, trailer, grab loader, dan sebagainya, dalam kondisi
areal basah seringkali kesulitan dalam operasional loading maupun transportasi
tebunya, resiko kerusakan areal lebih besar dibandingkan dengan sistem manual
(Bundled Cane).
c. Penebangan Tebu dengan Mesin
(Cane Harvester)
Penebangan dengan menggunakan mesin
pada hakekatnya hanya untuk penyangga atau membantu untuk memenuhi quota
pengiriman tebu. Hal ini mengingat dengan peralatan tersebut diperlukan
investasi awal yang besar serta dengan biaya operasional yang relatif mahal.
Akan tetapi pada kondisi tertentu penebangan tebu harus dibantu dengan
menggunakan peralatan mesin tebang tersebut.Kondisi dimana mengharuskan
penebangan dengan cane harvester: pada saat jumlah tenaga tebang menurun,
sehingga quota pengiriman tebu ke pabrik tidak terpenuhi dari sistem Bundled
Cane maupun Loose Cane, diperlukan pengiriman tebu ke pabrik dalam waktu yang
cepat, agar dapat memenuhi quota pengiriman tebu ke pabrik, untuk
membantu/menopang pengiriman tebu ke pabrik agar dapt menggiling tebu secara
kontinyu. Sementara itu untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal
diperlukan persyaratan-persyaratan antara lain: kondisi areal relatif rata,
kondisi tebu tidak banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa-sisa
kayu/tunggul, kondisi areal tidak banyak mengandung tanaman merambat (Mikania),
petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 10 ha, kondisi petak tebang tidak
basah/becek.
I.
Pengeluaran
biaya
No
|
|
Uraian
|
Th 1
|
Th 2
|
|
|
|
Plane cane
|
Ratoon
|
|
|
|
Rp
/ Ha
|
cane
|
|
|
|
|
Rp / Ha
|
1
|
Survey,membuat
|
|
_
|
|
|
jalan,cetak
kebun dan
|
1.000.000
|
|
|
|
lavelling
|
|
|
|
2
|
Pengolahan
tanah
|
|
_
|
|
|
Bajak
|
2 x Rp 400.000
|
1.400.000
|
|
|
Harrow
1 x Rp 300.000
|
|
|
|
|
Ridger
|
1 x Rp 300.000
|
|
|
3
|
Penanaman
tebu
|
|
|
|
|
Tebang bibit
+ tanam ±
|
1.550.000
|
_
|
|
|
Rp
750.000
|
|
|
|
|
Transport
bibit 2 rit x Rp
|
|
|
|
|
400.000
|
|
|
|
4
|
Tabur
pupuk basal
|
160.000
|
160.000
|
|
|
4
orang x Rp 40.000
|
|
|
|
5
|
Bibit
tebu
|
3.000.000
|
_
|
|
|
(±7.5
ton/Ha)
|
|
|
|
6
|
Pupuk
|
|
4.900.000
|
4.400.000
|
|
Urea 300 kg x
Rp
|
|
|
|
|
5000/Kg = Rp
1.500.000
|
|
|
Produksi
Produksi tebu
80 ton/Ha
Rendemen 7.5
atau 75%
Produksi
gula 7.5 x 80 = 6.000 Kg Gula 100
Bagi
hasil Perusahaan PG (pabrik Gula) = 34% x 6.000 kg = 2040 Kg
Analisa
usaha tani
Harga
gula rata-rata ditingkat petani Rp 9500/Kg Pendapatan kotor petani ;
Dari
Tebu 3960 Kg x Rp 9500 = Rp 37.620.000 Dari Tetes 2% x 80 ton/Ha x 1100/kg =
1.760.000 Total pendapatan kotor = Rp 39.380.000
Pendapatan
bersih
pendapatan kotor –semua biaya
Rp 39.380.000 –
Rp 28.756.000 = Rp 10.624.000
Ratoon cane
Produksi 75 ton
/ha
Rendemen 7,5
atau 75% produksi Gula 7,5 x 75
ton = 5625 kg 100
Bagi
hasil PG (perusahaan) 34% x 5625 Kg = 1.912,5 Kg
Pendapatan kotor dari Tebu = 3712,5 x 9500
= 35.268.750
dari Tetes = 2% x 75 ton/Ha x 1100/Kg =
1.650.000
Total pendapatan kotor = Rp 36.918.750
Pendapatan bersih ratoon :
Pendapatan
kotor – semua biaya
Rp 36.918.750 –
Rp 19.990.000 = Rp 16.928.750
Faktor
yang mempengaruhi pendapatan usaha tani tebu :
1.
Cuaca
2.
Harga gula
3.
Harga saprodi
4.
Bunga Bank
5.
Hasil tebu per hektar
6.
Rendemen rata-rata
7.
Biaya tenaga kerja dan angkutan tebu
Daftar Pustaka
·
Ardiansyah, 2013, http://detiktani.blogspot.co.id/2013/06/syarat-tumbuh-tebu.html
·
Anonymous. Standar Benih Unggul Tebu Di Kebun
Bibit Datar (KBD).
http://www.petanihebat.com/2014/09/standar-benih-unggul-tebu-di-kebun.html.
Diakses pada tanggal 19 Januari 2016.
·
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan
Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, PAU Bioteknologi, IPB. Bogor.
·
Pedoman Teknis, Pengembangan Tanaman Tebu,
Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim. Direktorat
Tanaman Semusim, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2013.
·
Pethak, Gendhis. Bibit Tebu Sebagai Kunci
Keberhasilan Produksi.
http://sugar.lpp.ac.id/bibit-tebu-sebagai-kunci-keberhasilan-produksi/. Diakses
pada tanggal 5 Maret 2016.
·
Zaky Samuji, 2013, http://tanamanbawangmerah.blogspot.co.id/2015/03/tata-cara-menanam-dan-budidaya-tebu.html
·
Faddil Tyo, 2011, http://tyospidermenk.blogspot.co.id/2011/12/pemanenan-tebu-harvesting.html